Ketika  Aku berdiri diketinggian  nurani ku ….
Tampak olehku
seorang laki-laki tua berkeriput tengah duduk diam .. sudut bibirnya gemetar menahan tangis
sementara sang bunda yang menumpuk kayu pada tungku api nya  pun
tak henti mengusap kedua matanya…..
anak laki-laki mereka yang baru tumbuh dewasa telah mati…
jejak alas kaki yang tertinggal dihutan itu memberitahukan siapa sang pencabut nyawa anak laki-laki mereka…..
ada luka menganga didadanya..menembus lorong nyawa anak manusia itu
tak mungkin segumpal kepalan tangan jantung anaknya berberdetak lagi
anak  laki-lakimu tak mungkin   kau lihat.. sudah membusuk …
kami meninggalkannya ditepi kali  yang deras itu..
pilu..  ketika berita duka itu diterima…
sang pembawa beritapun tergesa-gesa menembus malam dan hutan
pergi karena tak mau  bertemu sang pencabut nyawa tak berperasaan …..
seuntai kalung manik-manik merah, biru, putih ditinggalkannya  diujung pintu..
itu kalung anak laki-laki mereka …….



Dan di ketinggian nurani ku juga …
Aku lihat .. anak  pemberani yang malang ini menangisi masa mudanya
Biarpun aku hidup aku terpasung derita karena aku dilarang berbeda
Aku pemillik nama ayahku yang dikejar-kejar  dulu hingga kini aku pun mengikuti jejak ayahku
Aku tidak bebas.. tapi mati seperti ini pun bukan pilihan ku


Maafkan aku bunda karena kematian ku yang seperti ini
telah merobek rahim mu yang suci ciptaan Tuhan ...
Maafkan aku karena tubuhku yang kau besarkan dalam cinta
Remuk dan membusuk ditangan seorang laki-laki yang juga memiliki seorang bunda seperti mu
Bunda aku kedinginan dan sangat kesakitan  pada waktu roh jiwaku meninggalkan aku
Aku rebah keatas tanah , setelah Aku berdiri gagah dengan kedua kakiku…
Kedua Kaki ku yg  dulu kau hangatkan dengan telapak tangan mu yang kasar karena berkebun
Telapak  tangan mu yang mulai keriput karena usia mu
Aku ingat dalam cinta mu kau bertutur ..
ketika dingin menyergap karena embun yang turun  ke atas rumah kami
Kau memelukku  dalam kasih yang tulus dan menghangatkan tubuh kecil ku
Sampai Aku terlelap dalam  damai  yang meneduhkan jiwa…

Dan masih dari ketinggian nurani ku
Aku melihat sang anak mengusap  ujung sarung bundanya
juga menyentuh dengan lembut pundak sang ayah yang keriput kecoklatan itu
sambil berjalan munuju pintu rumahnya … ia pun menoleh sejenak
dan…. Berlalu dalam malam yang pekat diantara kabut tipis yang mulai turun   
sang anak pun berlalu dalam sunyi yang abadi
sementara aku
aku akan terus berdiri di ketinggian  nurani ku
untuk melihat dan bertutur kepada mereka yang masih bernurani  ……………… 

Alm.Victor Kogoya

Alm.Mako Tabuni & Hubertus Mabel


(kawan-kawanku Roh dan jiwa kalian tetap bersama kami dalam Perjuangan bangsa West Papua)

Catatan dari kawan Chemunes YomanakFacebook